Halaman

Minggu, 20 Februari 2011

Gadis beribukan kucing


Dulu, hidup kakak beradik yang cantik jelita bernama Sulung dan Bungsu. Tidak seorang pun tahu, ibu mereka adalah seekor kucing. Padahal banyak pemuda yang tertarik dengan Sulung dan bungsu. Suatu hari, datang dua orang pemuda yang ingin meminang Sulung dan Bungsu. Sebelum menikah, Sulung dan Bungsu menyuruh mereka untuk meminta restu dari ibunya.
            Sulung dan Bungsu kemudian memanggil ibu mereka yang sejak tadi belum menemui dua pemuda itu. Namun, betapa terkejutnya kedua pemuda itu ketika yang muncul adalah seekor kucing.
            Mereka sangat kaget setelah mengetahui ibu Sulung dan Bungsu ternyata seekor kucing. Akhirnya mereka membatalkan lamaran karena tidak mau memiliki ibu mertua seekor kucing. Sulung dan Bungsu begitu malu dan kecewa, menyesal beribu seekor kucing.
            Akhirnya, mereka berpikir untuk mecari ibu baru. Oertama, mereka meminta matahari untuk menjadi ibunya, namun matahari menolak karena ia tidak sehebat apa yang mereka kira. Matahari akan terhalang saat awan datang. Sulung dan Bungsu pun menemui awan.
            Mereka berharap awan mau menjadi ibu mereka. Tapi, awan pun menolak. Awan akan terempas ke gunung jika angin datang lalu gunung akan menghalanginya. Akhirnya, mereka pergi mencari gunung. Ternyata gunung pun masih menolak, meskipun gunung bertubuh besar, namun permukaan gunung itu banyak lubangnya. Tikusklah yang melubanginya.
            Sulung dan Bungsu akhirnya pergi mencari rumah tikus. Mereka masih tetap berharap dapat menemukan seorang ibu yang hebat untuk mereka. Akhirnya mereka menemukan tikus. Tapi seperti sebelumnya, tikus pun menolak. Tikus yang mereka anggap kuat ternyata takut pada seekor kucing.
            Setelah itu barulah mereka sadar. Bukankah ibu mereka juga seekor kucing? Ternyata ibu merekalah yang paling hebat. Mereka sangat malu pada sang ibu. Kini, Sulung dan Bungsu sadar dan menyayangi ibunya selama-lamanya.

Sabtu, 19 Februari 2011

Tantangan empat syarat


Di sumatera utara terdapat kerajaan timur dan kerajaan barat. Kemudian raja dari kerajaan timur menikah dengan adik perempuan dari raja kerajaan barat. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Dayang Bandir dan seorang putra bernama Sandean Raja.
Tanpa terduga, tiba-tiba raja meninggal dunia. Karena Sandean Raja masih sangat kecil, kemudian diputuskan paman Karaeng menjadi raja.
Namun sayangnya, paman Karaeng seorang raja yang serakah. Karena takut kedudukannya direbut Sandean Raja, paman karaeng kemudian membuang Dayang Bandir dan Sandean Raja ke hutan.
Di hutan paman Karaeng mengikat Dayang Bandir di atas sebuah pohon tinggi sehingga Sandean Raja, yang masih kecil, tidak bisa menjangkaunya. Setelah beberapa hari tergantung tanpa makan, akhirnya Dayang Bandir meninggal dunia.
            Kemudia Sandean Raja hidup sendiri di dalam hutan sampai tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan.
            Setiap hari, sandean raja ditemani arwah sang kaka yang selalu menjaganya. “adikku, pergilah menemui raja soma di kerajaan barat,” bisik arwah Dayang Bandir pada suatu malam.
            Raja Soma adalah adik kandung ibu Dayang Bandir dan Sandean Raja. Ia seorang raja bijaksana. Sandean Raja lalu keluar dari hutan menemui raja soma. “maaf, baginda. Hamba adalah Sandean Raja, putra mahkota kerajaan timur,” kata Sandean Raja.
            “baiklah, jika kau benar-benar keponakanku, aku akan menguji dengan empat syarat. Pertama, memindahkan sebatang pohon ke istana. Kedua, harus membersihkan hutan untuk dibuat ladang. Ketiga, membuat istana besar. Dan keempat, harus menunjuk putri raja diantara puluhan gadis yang berada di sebuah ruang gelap.”
            Tanpa kesulitan, sandean raja berhasil melaksanakan keempat syarat tersebut. Akhirnya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja Soma dan dinikahkan dengan putrinya.
            Setahun kemudian, Sandean Raja menyerang kerajaan timur. Paman Karaeng pun tewas di tangan Sandean Raja. Sandean Raja pun diangkat menjadi raja kerajaan timur yang arif dan bijaksana.

Jumat, 18 Februari 2011

Hadiah dari ular raksasa


Pada zaman dulu di negeri Semeulue tersebutlah seorang raja yang kaya raya, arif, dan bijaksana. Sayngnya ia tidak memiliki seorang putra mahkota. Setelah menunggu lama, berkat usaha dan do’a akhirnya permaisuri melahirkan seorang putra yang diberi nama Rohib. Raja dan permaisuri sangat sayang dan memanjakan anaknya.
            Rohib pun tumbuh besar. Ia lalu dikirim ke kota untuk menuntut ilmu. Sayangnya, Rohib tidak menyelesaikan sekolahnya. Raja menjadi sangat marah. Rohib di usir dan diberi modal untuk berdagang.
Ditengah perjalanannya, Rohib melihat banyak orang yang menganiaya binatang. Rohib tidak tega melihatnya. Ia menawarkan sebagian uang agar mereka berhenti menganiaya binatang. Modal rohib untuk berdagang pun nyaris habis. Ia berhenti ditengah hutan dan menangis meratapi nasibnya.
            Tiba-tiba, datang seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan. Tetapi ular itu berkata, “jangan takut anakku. Aku takkan memangsamu. Sesungguhnya aku hendak memberimu hadiah, karena kamu telah melindungi binatang yang ada dihutan ini dari aniaya manusia,” jelas si ular pada Rohib sambil mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.
            Ular memberi Rohib sebuah benda yang disebut mentiko bertuah, yaitu benda yang dapat mengabulkan semua permintaan. Rohib pun memberanikan diri pulang ke istana.
            Agar tidak hilang, Rohib pergi ke tukang emas untuk menempa mentiko bertuah menjadi cincin. Sayangnya, si tukang emas menipunya dan lari membawa mentiko bertuah.
            Rohib lalu meminta pertolongan pada anjing, kucing dan tikus. Anjing berhasil menemukan si tukang emas. Tikus berhasil mengambil cincin itu. Sebelum mentiko bertuah dikembalikan ke Rohib, tikus menipu kedua temannya dengan mengatakan bahwa mentiko bertuah terjatuh kedalam sungai.
Rohib pun mengira hanya tikus yang paling berjasa menemukan kembali mentiko bertuahnya. Mengetahui hal itu kucing dan anjing sangat kesal pada tikus.
Sejak saat itu, kucing dan anjing jadi sangat membenci dan memusuhi tikus.
Pesan moral : Sayangilah binatang karena binatang banyak manfaat nya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.

Kamis, 17 Februari 2011

Si Pitung


Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat. Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas  seketika. Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.

Rabu, 16 Februari 2011

Si Pahit Lidah

Tersebutlah kisah seorang pangeran dari daerah Sumidang bernama Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini, dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab permusuhan ini adalah rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.

Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna.

Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.

Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin). Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk berkelahi. Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati isterinya, ia pergi mengembara. 

Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Hyang Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus bertapa di bawah pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh tubuhnya. Seperti yang dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib. Kesaktian itu adalah bahwa kalimat atau perkataan apapun yang keluar dari mulutnya akan berubah menjadi kutukan. Karena itu ia diberi julukan si Pahit Lidah.

Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata, "jadilah batu." Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.

Namun, ia pun punya maksud baik. Dikhabarkan, ia mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu. Di Karang Agung, dikisahkan ia memenuhi keinginan pasangan tua yang sudah ompong untuk mempunyai anak bayi

Selasa, 15 Februari 2011

Raja Parakeet


Tersebutlah kisah, seekor raja burung parakeet hidup beserta rakyatnya di sebuah hutan di Aceh. Hidup mereka damai. Kedamaian tersebut terganggu, karena kehadiran seorang pemburu.  Pada suatu hari pemburu tersebut berhasil menaruh perekat di sekitar sangkar-sangkar burung tersebut.
Mereka berusaha melepaskan sayap dan badan  dari perekat tersebut. Namun upaya tersebut gagal. Hampir semuanya panik,kecuali si raja parakeet. Ia berkata, "Saudaraku, tenanglah. Ini adalah perekat yang dibuat oleh pemburu. Kalau pemburu itu datang, berpura-puralah mati. Setelah melepaskan perekat, pemburu itu akan memeriksa kita. Kalau ia mendapatkan kita mati, ia akan membuang kita. Tunggulah sampai hitungan ke seratus, sebelum kita bersama-sama terbang kembali.
Keesokan harinya, datanglah pemburu tersebut. Setelah melepaskan perekatnya, ia mengambil hasil tangkapannya. Betapa ia kecewa setelah mengetahui burung-burung tersebut sudah tidak bergerak, disangkanya sudah mati. Namun pemburu tersebut jatuh terpeleset, sehingga membuat burung-burung yang ada ditanah terkejut dan terbang. Hanya raja parakeet yang belum terlepas dari perekat. Iapun ditangkap.
Raja Parakeet meminta pada pemburu itu untuk tidak dibunuh. Sebagai imbalannya ia akan selalu menghibur si  pemburu. Hampir tiap hari ia bernyanyi dengan merdunya. Khabar kemerduan suara burung itu terdengar sampai ke telinga sang Raja.
Raja menginginkan burung parakeet tersebut. Sang Raja kemudian menukar burung itu dengan harta-benda yang sangat banyak. Di istana sang Raja, burung parakeet ditaruh didalam sebuah sangkar emas. Setiap hari tersedia makanan yang enak-enak.
Namun burung parakeet tidak bahagia. Ia selalu ingat hutan Aceh tempat tinggalnya. Pada suatu hari ia berpura-pura mati. Sang Raja sangat sedih dan memerintahkan penguburannya dengan upacara kebesaran. Ketika persiapan berlangsung, burung itu diletakkan diluar sangkar. Saat itu ia gunakan untuk terbang mencari kebebasanya. Ia terbang menuju hutan kediamannya. Dimana rakyat burung parakeet setia menunggu kedatangannya.

Senin, 14 Februari 2011

Puteri Junjung Buih


Tersebutlah kisah sebuah kerajaan bernama Amuntai di Kalimantan Selatan. Kerajaan itu diperintah oleh dua bersaudara. Raja yang lebih tua bernama Patmaraga, atau diberi julukan Raja Tua. Adiknya si Raja muda bernama Sukmaraga. Kedua raja tersebut belum mempunyai putera ataupun puteri.
Namun diantara keduanya, Sukmaraga yang berkeinginan besar untuk mempunyai putera. Setiap malam ia dan permaisurinya memohon kepada para dewa agar dikarunia sepasang putera kembar. Keinginan tersebut rupanya akan dikabulkan oleh para dewa. Ia mendapat petunjuk untuk pergi bertapa ke sebuah pulau di dekat kota Banjarmasin. Di dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit agar meminta istrinya menyantap bunga Kastuba. Sukmaraga pun mengikuti perintah itu. Benar seperti petunjuk para dewa, beberapa bulan kemudian permaisurinya hamil. Ia melahirkan sepasang bayi kembar yang sangat elok wajahnya.
Mendengar hal tersebut, timbul keinginan Raja Tua untuk mempunyai putera pula. Kemudian ia pun memohon kepada para dewa agar dikarunia putera. Raja Tua bermimpi disuruh dewa bertapa di Candi Agung, yang terletak di luar kota Amuntai. Raja Tua pun mengikuti petunjuk itu. Ketika selesai menjalankan pertapaan, dalam perjalanan pulang ia menemukan sorang bayi perempuan sedang terapung-apung di sebuah sungai. Bayi tersebut terapung-apung diatas segumpalan buih. Oleh karena itu, bayi yang sangat elok itu kelak bergelar Puteri Junjung Buih.
Raja Tua lalu memerintahkan pengetua istana, Datuk Pujung, untuk mengambil bayi tersebut. Namun alangkah terkejutnya rombongan kerajaan tersebut, karena bayi itu sudah dapat berbicara. Sebelum diangkat dari buih-buih itu, bayi tersebut meminta untuk ditenunkan selembar kain dan sehelai selimut  yang harus diselesaikan dalam waktu setengah hari. Ia juga meminta untuk dijemput dengan empat puluh orang wanita cantik.
Raja Tuapun lalu menyayembarakan permintaan bayi tersebut. Ia berjanji untuk mengangkat orang yang dapat memenuhi permintaan bayi tersebut menjadi pengasuh dari puteri ini. Sayembara itu akhirnya dimenangkan oleh seorang wanita bernama Ratu Kuripan. Selain pandai menenun, iapun memiliki kekuatan gaib. Bukan hanya ia dapat memenuhi persyaratan waktu yang singkat itu, Ratu Kuripan pun menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat mengagumkan. Kain dan selimut yang ditenunnnya sangatlah indah. Seperti yang dijanjikan, kemudian Raja Tua mengangkat Ratu Kuripan menjadi pengasuh si puteri Junjung Buih. Ia ikut berperanan besar dalam hampir setiap keputusan penting menyangkut sang puteri.